Yogyakarta (8/6/2020) konidiy.or.id – Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (KONI DIY) Prof. Dr. Djoko Pekik Irianto, M.Kes., AIFO., menekankan empat (4) hal penting dalam pembahasan Revisi Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) bersama dengan KONI Pusat dan 27 KONI Provinsi se-Indonesia melalui Rapat Virtual yang berlangsung pada Senin (8/6).
Pertama, bahwa revisi UU tersebut menurutnya tidak lagi sekadar revisi semata, namun betul-betul merubah secara total. Karena secara aspek legal, dikemukakan bahwa kalau ada perubahan di atas 50 persen terutama pasal per pasal itu, maka tidak lagi disebut sebagai revisi, tetapi sebagai perubahan. Oleh karena ada tiga ranah dalam UU tersebut, yang meliputi olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Dan yang dibahas dalam kesempatan kali ini yakni mengenai olahraga prestasi.
“Penekanan yang pertama yakni bukan revisi lagi, tapi perubahan. Itu agar bisa memberikan peran sebagai pengungkit akselerasi pembangunan olahraga secara nasional,” ujar Prof. Djoko seusai mengikuti rapat virtual di kantor setempat.
Kedua, perihal pasal 13 yang menyebutkan bahwa kewenangan pemerintah itu mutlak, yang selain sebagai regulator, juga berperan sebagai eksekutor. Hal ini kemudian diusulkan oleh KONI DIY bahwa peran atau kewenangan pemerintah yang berbunyi mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan dan mengawasi itu, kata ‘melaksanakan’ dihilangkan, sehingga pemerintah tidak lagi berperan ganda sebagai regulator dan eksekutor. Namun justru berfokus pada penguatan terhadap fungsi pemerintah sebagai regulator.
“Lalu pertanyaannya siapa yang menjadi eksekutor, eksekutornya adalah tentu stakeholder yang lain, termasuk KONI dan jajaran, PP dan PB Cabang Olahraga. Inilah letak bagaimana kita berupaya agar KONI memiliki peran yang lebih kuat dibanding selama ini,” jelasnya.
Ketiga, pada pasal 44 yang mengatur tentang peran KONI dan KOI, Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta (FIK UNY) ini menilai bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu, maka penyatuan KONI dan KOI ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Dirinya menekankan hal tersebut harus diupayakan untuk disatukan. Dengan adanya satu badan ini, di dalamnya bisa memiliki ‘dua kamar’. Di mana kamar satu berfungsi untuk mengurus olahraga secara nasional, dan kamar lainnya berfungsi untuk mengurus olahraga prestasi secara internasional.
“Kemudian namanya apa, kami mengusulkan bukan KONI, dan bukan KOI, tetapi kami mengusulkan KNOI, yakni Komite Nasional Olahraga Indonesia,” kata dia.
Keempat, berkaitan dengan pasal 71 pihaknya menekankan tentang sumber anggaran. Prof. Djoko yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI) menyampaikan bahwa selama ini pemerintah di dalam pasal disebutkan dapat memberikan anggaran dalam bentuk hibah. Menurutnya hal tersebut merupakan kata ambigu yang tidak mengikat, sehingga kemudian diusulkan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan anggaran untuk pembinaan olahraga sebagai ‘spending mandatory budget’ dengan besaran dua (2) persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sebagai catatan, selama ini baru 0,065 persen dari APBN yang dianggarkan untuk olahraga. Padahal kalau dibandingkan dengan negara tetangga masih jauh di atasnya. Contoh Vietnam dan Singapura sudah dianggarkan sebesar tiga (3) persen. Malaysia sudah 4,9 persen dan China bahkan sekarang sudah di atas lima (5) persen. Maka dari itu, kemudian pihaknya memberikan masukan supaya anggaran untuk pembinaan olahraga itu betul-betul mengikat pada pemerintah.
“Jadi ada kewajiban di situ, karena kita ketahui bahwa anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat terutama dari APBN untuk pembinaan olahraga itu baru ada 0,065 persen, jadi masih di bawah 1 digit. Itulah beberapa penekanan masukan dari KONI DIY terhadap rencana Perubahan UU No. 3 Tahun 2005. Jadi sekali lagi kita tekankan tidak sekadar Revisi UU SKN, tetapi adalah betul betul perubahan dari UU SKN menjadi UU Keolahragaan Nasional,” urainya.
Ketua Kelompok Kerja Prolegnas UU SKN KONI Pusat Mayjen TNI (Purn) H. Sudarmo yang hadir memimpin Rapat Virtual beserta jajaran turut mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi beragam usulan dan masukan yang disampaikan oleh Ketua Umum maupun Perwakilan KONI Provinsi se-Indonesia. Hal ini kemudian nantinya akan disusun, direvisi dan dikirim secara resmi kepada Komisi X DPR RI. Sebagai informasi, Rapat Virtual tersebut dihadiri oleh 28 KONI Provinsi, termasuk di dalamnya KONI DIY. Diketahui, enam (6) provinsi belum dapat bergabung dalam pertemuan itu. Yakni Sumatera Selatan (Sumsel), Lampung, Sulawesi Barat (Sulbar), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Maluku Utara. Adapun Ketua Umum KONI DIY Prof. Dr. Djoko Pekik Irianto, M.Kes., AIFO., yang hadir dalam rapat juga turut didampingi oleh Wakil Ketua II Drs. Rumpis Agus Sudarko, M.S., dan Sekretaris Umum Drs. Agung Nugroho, M.Si.
Foto & Teks : Bidang Mobilisasi Sumber Daya, Promosi, Media dan Humas KONI DIY